Jumat, 15 April 2011

FORMULASI ISLAMISASI DAN CITRA MUSLIM PANCASILAIS, jurnal


FORMULASI ISLAMISASI
DAN CITRA MUSLIM PANCASILAIS
Sheh Sulhawi Rubba[1]
Abstrak
Masalah yang menjadi bahasan dalam makalah ini adalah mencari hubungan antara Islam dan Indonesia, serta apa yang mendasari munculnya Citra Muslim Pancasilias di Nusantara? Apakah masalah ini ada kaitannya dengan aktivitas dakwah Islam selama ini?
Yang dimaksud dengan Islamisasi (aktivitas dakwah Islam) adalah upaya yang dilakukan umat sepanjang zaman di pelbagai tempat dengan menggunakan beragam cara yang dibenarkan aturan di tengah masyarakat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kepribadian kaum muslimin
Tugas tersebut diawali Nabi Adam yang dilanjutkan anak cucunya dan para nabi sebelum Nabi Muhammad. Kewajiban dan tanggungjawab yang diemban Nabi Muhammad SAW sebagai nabi global lebih besar dan lebih berat dibandingkan dengan tugas para nabi dan rasul sebelumnya yang bersatus sebagai nabi dan rasul regional dan nasional.
Dalam mengemban tugas ini, Rasulullah Muhammad melakukan berbagai macam metoda dakwah dalam proses Islamisasi ke seluruh penjuru dunia, khususnya di wilayah Timur Tengah saat itu. Beragam metoda dakwah yang sudah dilaksanakan rasulullah tersebut, diteruskan para sahabat, para tabiin, para tabiit-tabiin dan para pengikutnya di seluruh penjuru dunia.
Walhasil pada abad ke 21 sekarang ini (2009 M), setelah melalui perjalanan panjang selama 14 abad (1430 H), jumlah umat Islam sudah mencapai 25 persen dari 7 milyard jiwa umat manusia yang hidup di  permukaan bumi. Dari jumlah umat Islam tersebut, hampir 200 juta berdomisili di Indonesia.
Keberadaan Indonesia dalam sejarah dunia Islam tidak lepas dari sejarah Kolonialis Belanda di Nusantara. Lahirnya Indonesia terhitung sejak proklamasi kemerdekaan NKRI, pada Jumat 17 Agustus 1945.  Kemudian dalam perjalanan waktu, telah terjadi perkawinan antar suku di nusantara seperti suku Sunda dengan Lampung (SULAM). Dengan perkawinan semacam itu lahirlah WNI dengan nama suku baru, dengan istilah suku Nusan (Indo).       
Dalam sejarah kelahiran Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia yang dirumuskan dalam Piagam Jakarta, terdapat 4 orang tokoh Islam Nasionalis, dan 4 orang tokoh Nasionalis Muslim, ditambah seorang tokoh Nasionalis Kristen. Dari percikan sejarah tersebut, bahwa saat itu sudah lahir tokoh Islam yang bercitra Muslim Pancasilais.
Ajaran Islam yang telah tersebar di seluruh penjuru dunia yang diyakini oleh berbagai suku bangsa. Ajaran Islam tersebut telah membentuk berbagai corak warna para penganutnya. Islam yang datang, tumbuh dan berkembang pesat di nusantara telah melahirkan muslim Indonesia dengan citra muslim Pancasilais.

Kata Kunci:  Dakwah, Islamisasi, Muslim, Nabi, Nusantara, Pancasila,

Pendahuluan
Ketika ajaran Islam difahami sebagai ajaran agama untuk manusia di muka bumi yang bersumber dari langit (wahyu Allah), maka ajaran tersebut sudah ada sejak Nabi Adam Alaihi Salam. Setelah Nabi Adam AS wafat ajaran Islam itu kemudian diwahyukan Allah SWT kepada anak cucunya di pelbagai tempat. Mereka yang menerima wahyu dan mengemban amanat untuk menyebarkan ajaran Islam itu disebut dengan istilah Rasulullah. Jumlah para rasul itu yang mencapai ratusan ribu orang dinamakan anbiya (para nabi), namun yang dikenal umat Islam hanya 25 orang. Nabi dengan rasul terakhir bernama Muhammad putra Abdullah yang lahir di Mekah pada 571 M (52 SH)  
Nabi Muhammad SAW mengemban tugas suci sebagai rasulullah tercatat dalam sejarah selama 23 tahun, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Beliau sukses menyampaikan ajaran Islam di wilayah Arab dan sekitarnya sekalipun dalam waktu yang relatif singkat. Pada abad ke 7 ajaran Islam tersebar sampai ke nusantara, bahkan sampai ke daratan Cina. Sejarah awal masuknya Islam ke nusantara dibawa langsung para saudagar Arab yang singgah di Aceh.[2] Dengan itu, Islamisasi di nusantara sudah berlangsung selama 14 abad, sehingga lahirnya puluhan kerajaan Islam dari Sabang sampai ke Marauke..
Sejak Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada Jumat, 17 Agustus 1945. Maka sejak itu pula, Islam dan Indonesia menyatu yang kemudian tidak bisa dipisahkan, sama seperti ketika Islam lahir di Mekah (Arab) 14 abad yang silam, antara Arab dan Islam tidak bisa dipisahkan, namun keduanya bisa dan harus dibedakan, karena Islam itu bukan Arab.
Dalam eksistensi Organisasi Konferensi Islam (OKI), Indonesia sebagai anggota OKI, adalah Negara Islam yang jumlah penduduknya berstatus muslim lebih banyak dibandingkan dengan jumlah muslim di Negara anggota OKI lainnya, seperti Malaysia. Kuota jamaah haji untuk Indonesia pada tahun yang lalu (1431) sudah mencapai angka 224.000 orang atas dasar kesepakatan OKI dengan rumus satu permil (1/1000).  Dalam statistik nasional, dari 237 juta warga Negara Indonesia, 88 persen adalah muslim, sedangkan yang 12 persen adalah gabungan penganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Berkaitan dengan itu, muncul pertanyaan berikut yaitu:
1.      Apa hubungan antara Islam dan Indonesia, sehingga umat Islam Indonesia disebut Muslim Pancasilais?
2.      Apakah metoda dakwah Rasulullah diterapkan dalam aktivitas islamisasi di nusantara?
3.      Bagaimana bentuk grafik mata rantai islamisasi dan perkawinan muslim antar suku di nusantara? 

A.     Sejarah Islamisasi
Islamisasi adalah upaya yang dilakukan umat Islam sepanjang zaman di pelbagai tempat, dengan menggunakan beragam cara yang dibenarkan aturan di tengah masyarakat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kepribadian kaum muslimin. Bagi sebagian orang, melaksanakan islamisasi adalah sebuah bentuk jihad fisabilillah, yang diyakini mendapatkan imbalan pahala ukhrawi dan duniawi.[3]
Yang dimaksud dengan peningkatan kuantitas adalah upaya yang terus menerus untuk menambah jumlah umat Islam dengan berbagai macam cara, seperti mewujudkan keluarga muslim yang sakinah, mawaddah, warahmah dengan melalui akad nikah. Cara semacam ini disebut dalam metodologi Islamisasi dengan istilah Dakwah Bil-Nikah (Islamisasi Via Perkawinan) atau berusaha mengajak orang yang belum beragama (penganut animisme dan dinamisme) menjadi muslim.
Sedangkan yang dimaksud dengan peningkatan kualitas adalah upaya yang terus menerus untuk menambah nilai keimanan, keilmuan dan ketakwaan kaum muslimin dengan melalui berbagai cara, seperti upaya melahirkan para cendekiawan muslim melalui jalur lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal. Dengan melalui lembaga pendidikan tersebut, bisa untuk meningkatkan kualitas kekhusyukan dalam salat dan kualitas amal ibadah lainnya.
Sesungguhnya ajaran Islam itu sudah diwahyukan Allah Swt kepada para nabi dan rasul di muka bumi, sejak keberadaan Nabi Adam AS atas dasar firman Allah dalam QS. al-Baqarah, 2:31.[4]. Wahyu tentang keislaman tersebut dilanjutkan kepada anak cucunya di seluruh penjuru dunia sampai lahirnya Nabi Muhammad SAW 14 abad yang silam (baca QS. al-Dhuha, 93:7)[5].
Dalam sebuah hadis nabi diinformasikan bahwa jumlah nabi dan rasul itu mencapai 125.000 orang yang tersebar di lima benua dan ribuan kepulauan, berdasarkan pada informasi dalam QS. al-Zuhruf, 43:6 dan QS. al-Ra’du, 13:38.[6] Para nabi tersebut menyatakan dirinya sebagai muslim seperti ungkapan Nabi Ibrahim AS yang berbunyi “wa ana awwalul muslimyn” (QS. al-An’am, 6:163)[7]
 Adapun nabi dan rasul yang direkam dalam kitab suci al-Quran hanya para nabi dan rasul yang hidup di wilayah Timur Tengah yang berjumlah 25 orang (0,0002 %). Mereka itu pada umumnya adalah anak cucu Nabi Ibrahim AS dari jalur keturunan Nabi Ishak AS putra Siti Sarah, sedangkan Nabi Muhammad SAW hanya sendirian dari jalur keturunan Nabi Ismail putra Siti Hajar.
Mereka yang dikenal saat ini sekitar 0,0002 % dari jumlah semua nabi dan rasul yang diutus Allah Swt ke muka bumi sepanjang zaman. Dalam silsilah para nabi dan rasul yang tertera pada  grafik di bawah ini, nampak  sebuah silsilah yang bersambung yang ditakdirkan menjadi nabi dan.rasul yaitu dari garis Nabi Ibrahim, ke Ishak,  ke Yakqub terus ke Yusuf. Anak cucu mereka ini, kemudian disebut dengan nama Bani Israel (Yahudi).
Para nabi dan rasul tersebut dalam strata sosial bisa diklasifikasikan dalam tiga tingkatan  yaitu nabi lokal, nabi nasional dan nabi global.[8] Nabi Luth AS termasuk kategori nabi lokal (baca QS. al-Naml, 27:54)[9], yang diutus untuk sebuah masyarakat desa yang melakukan liwath (homosek), yang diperkirakan desa itu tenggelam di laut mati Turki. Kemudian Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS adalah nabi nasional diutus hanya untuk Bani Israel (direkam dalam QS.Bani Israel, 17:2)[10], sedangkan Nabi Muhammad SAW dinyatakan sebagai nabi global, yang diutus untuk seluruh umat manusia di permukaan bumi sepanjang zaman (ditetapkan Allah pada  QS. al-Anbiya, 21:107)[11] .
Dengan pemahaman tersebut, maka kesempurnaan Islam (baca QS. al-Maidah, 5:3)[12] yang bersumber dari kandungan al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penutup pintu kenabian dan kerasulan (baca QS. al-Ahzab, 33:40).[13]. Kesempurnaan itu melalui proses yang panjang. Bahwa ajaran yang terkandung dalam kitab suci Zabur (Dawud AS), Taurat (Musa AS) dan Injil (Isa AS), hanya diperuntukkan buat pedoman kaumnya saja, masih belum cukup (lengkap) buat pedoman bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Isi kitab-kitab suci tersebut disempurnakan Allah Swt, yang kemudian menjelma menjadi kitab “al-Quranul Karym” yang berisi114 surat dengan 6236 ayat.
Dalam ungkapan lain, bahwa ajaran Agama Yahudi dan Nasrani adalah ajaran Islam yang dikhususkan buat Bani Israel saja, bukan untuk umat lain yang berdomisili di luar wilayah kekuasaan Bani Israel. Bagi umat yang berada di wilayah lainnya diutus nabi dan rasul sendiri, sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam QS. Yunus, 10:47.[14] Hal ini termasuk di pulau Jawa terdapat nabi dan rasul yang bersuku Jawa. Namun nama mereka itu tidak tercantum dalam daftar nama nabi dan rasul dalam al-Quran.
Dalam hal ini, tentang sejumlah filosuf yang pernah memberikan fatwa tentang jalan kehidupan menuju terminal kebahagiaan (nirwana), sebagian ulama berpendapat bahwa seperti tokoh pendiri agama Budha yang bernama Sidharta Gautama adalah seorang nabi yang bernama Dzulkifli (Pemilik Kafila Wastu), termasuk Kong Fu Tse (Konghucu) adalah sosok Nabi Hud AS,[15] indikasinya terdapat patung Dewa Hud di dalam kelenteng mereka. (Wallahu aklam).
  Berdasarkan pemikiran di atas, maka ajaran Islam yang telah disempurnakan Allah untuk seluruh umat manusia di muka bumi (rahmaattan lil’alamin), banyak sekali persamaannya dengan ajaran agama lain yang hidup dan berkembang di nusantara seperti agama Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Persamaaan ajaran itu terdapat dalam bidang kemanusiaan (hablun minal-nas), seperti kewajiban saling membantu, saling menghormati, saling mencintai, saling mengasihi dan saling yang positif lainnya. Sebaliknya terlarang saling membunuh, saling membenci, saling merugikan dan sejumlah larangan lainnya.
Kesamaan ajaran beberapa agama tersebut, sebuah indikasi yang bisa dijadikan fakta bahwa benar adanya ajaran Islam yang bersifat regional (lokal) dan nasional yang telah diajarkan para nabi dan rasul yang dilahirkan di pelbagai wilayah di permukaan bumi sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW di Mekkah pada 571 M. (53 SH).
Adapun perbedaan yang tampak adalah dalam hal akidah dan tata cara ritualnya kepada Allah SWT (Tuhan YME). Ritual ibadah salat (hablun min allah) yang disyariatkan dalam Islam lebih sempurna dibandingkan dengan tata cara ritual agama lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan Islam yang dibawa para nabi sebelumnya. Hal ini telah disabdakan nabi sendiri bahwa “al-Islaamu ya’luw walaa yu’laa ‘alaih”[16].

B.     Metoda Dakwah Rasulullah
Tugas, kewajiban dan tanggungjawab yang diemban Nabi Muhammad SAW sebagai nabi global lebih besar dan lebih berat dibandingkan dengan tugas para nabi dan rasul sebelumnya yang bersatus sebagai nabi dan rasul regional dan nasional. Dengan itu, Rasulullah melakukan berbagai macam metoda dalam proses Islamisasi ke seluruh penjuru dunia, khususnya di wilayah Timur Tengah saat itu.
Adapun metoda dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw antara lain melakukan dakwah bil-hikmah (baca QS. al-Nahl, 16:125)[17], yaitu memberikan teladan yang baik dalam sikap dan prilaku dengan selalu sopan santun kepada siapapun. Hal ini, kemudian diistilahkan dengan akhlaqul-karimah. Beliau mendapatkan predikat dari langit “Uswatun Hasanah” (baca QS. al-Ahzab, 33:21)[18] yang bermakna Teladan Terbaik dan Terpuji. Dengan metoda tersebut, puluhan sampai ribuan orang Arab yang tertarik terhadap ajaran Islam yang kemudian mengucapkan syahadatain (pengakuan terhadap Allah dan Rasul-Nya Muhammad).[19]
Kemudian beliau melakukan dakwah bil-lisan (baca QS. al-Ikhlas, 112 :1-4)[20] yaitu islamisasi via ucapan. Beliau berkewajiban menjelaskan pokok-pokok dan intisari ajaran Islam kepada umatnya (kaum muslimin) melalui dialog (tanya jawab) dan  khutbah yang berisi nasehat dan fatwa. Selain itu beliau mengajarkan kepada para sahabatnya setiap kali turunnya wahyu yang dibawa Malaikat Jibril, yang kemudian dihafalkan dan ditulis di pelepah kurma.
Rasulullah melakukan dakwah bil-hijrah (baca QS. al-Anfal, 8:72)[21] yaitu islamisasi via transmigrasi dan imigrasi dari Mekah ke Yatsrib (Madinatul Munawarah). Hal ini kemudian dilakukan para sahabat dan para tabiin serta para tabiit-tabiin dalam proses pengembangan ajaran Islam ke wilayah lainnya.
Sejak beliau berdomisili di kota Madinah, beliau melakukan dakwah bil-yad (baca QS. al_Syura, 42:38) yaitu islamisasi via politik. Dengan melalui proses musyawarah kepada semua golongan penduduk Yatsrib, dibuatlah sebuah kesepakatan bersama yang hasilnya dinamakan dengan “Piagam Madinah” Piagam tersebut adalah undang-undang dasar berdirinya sebuah Negara Islam yang tertulis pertama kali di dunia.[22] Dalam negara Madinah tersebut yang berstatus sebagai kepala Negara adalah Muhammad bin Abdullah. Dengan itu beliau bukan hanya sebagai nabi dan rasul saja, tetapi punya jabatan kenegaraan sebagai presiden. Kemudian setelah beliau wafat, kepemimpinannya  dilanjutkan khulafaur-rasyidin, yaitu Saidina Abubakar, Saidina  Umar bin Khathab, Saidina Usman bin Affan dan Saidina Ali bin Abi Thalib.
Dalam status beliau sebagai Presiden (Kepala Negara), beliau melakukan dakwah bil-qalam (baca QS. al-Qalam, 68:1) yaitu islamisasi via tulisan kepada para raja dan penguasa wilayah lain di sekitarnya, seperti mengirimkan surat ke Raja Persia, Abruwaiz bin Harmizan dan Hiraclius Penguasa Kerajaan Romawi. Surat-surat beliau yang berisi ajakan masuk Islam yang dikirimkannya ke beberapa tokoh penguasa wilayah disekitarnya, sebagian ada yang diterima dengan baik (masuk Islam) dan sebagian ada yang ditolak dengan kasar (dirobek), seperti yang diterima Raja Persia.[23]
          Beliau melakukan dakwah bil-nikah (baca QS. al-Nisa, 4:3)[24] yaitu islamisasi via perkawinan, dalam hal ini nabi menikahi putri para sahabat dan para janda yang ditinggal wafat suaminya yang mati syahid di medan perang dalam jihad fisabilillah. Tercatat dalam sejarah hidupnya, beliau menikah sampai 14 kali. Istri beliau yang terkenal yaitu Siti Khadijah (janda) yang dinikahinya berusia 40 tahun dan Siti Aisyah binti Abubakar (perawan) yang baru berusia 9 tahun.
          Ketika nabi wafat. masih 9 orang isteri yang ditinggalkannya, mereka itu berstatus sebagai janda-janda Rasulullah, yang terlarang bagi siapapun untuk menikahinya. Nama-nama isteri beliau, adalah sebagai berikut;,  1. Khadijah binti Khuwalid, 2. Aisyah binti Abu Bakar, 3. Saudah binti Zum’ah, 4. Zainab binti Jahsi al-Asadiyah, 5. Ummu Salamah binti Abu Umayah bin al-Mughirah, 6. Hafsah binti Umar bin Khathab, 7.  Ramlah binti Abu Sufyan bin Harb, 8. Juwairiyah binti al-Harits, 9.  Shafiyah binti Hayi bin Akhtab, 10. Maimunah binti al-Harits, 11.  Zainab binti Khuzaimah bin al-Harits, 12.  Khaulah binti Hakim, 13. Asma binti an-Nukman al-Kindiyah, dan 14.  Umrah binti Yazid al-Kilabiyah
Metode dakwah yang lain, beliau melakukan dakwah bil-rihlah (baca QS. al-Baqarah, 2:196)[25] yaitu islamisasi via wisata relijius. Rasulullah beberapa kali mengajak para sahabat di Madinah untuk melaksanakan umrah ke Mekah dan manasik haji ke Arafah. Ibadah haji dan umrah tersebut adalah rukun Islam yang kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu, minimal sekali seumur hidup.
Selain itu beliau melakukan dakwah bil-mal (baca QS. al-Baqarah, 2:177)[26] yaitu islamisasi via sodakoh. Tercatat dalam sejarah, beberapa orang sahabat yang berstatus sebagai budak yang dimerdekakan nabi seperti Bilal yang dikenal tokoh muadzin panggilan salat. Beliau mengajak para sahabat yang termasuk agnia (hartawan) untuk menyantuni anak yatim dan memberi makan para duafa (para fakir, miskin, anak jalanan, mualaf dll).
Rasulullah juga mengajak orang-orang kafir, penganut agama Yahudi dan Nasrani untuk tukar pikiran tentang masalah akidah yang benar. Tata cara ini disebut dengan metode dakwah bil-jidal yang digariskan dalam kitab suci QS.al-Nahl,16:125[27] yaitu islamisasi via diskusi (tukar pikiran). Dalam aktivitas ini, beliau mengemukakan dalil naqli dan aqli (argumentasi yang rasional) dengan menggunakan etika bahasa yang santun. Beliau juga selalu berdoa kepada Allah memohonkan limpahan hidayah, supaya umat manusia masuk ke dalam Islam, agama yang diridai Allah Swt. Metoda dakwah dengan tata cara berdoa ini disebut metoda dakwah bil-qalbi (baca QS. al-Qashsash, 28:56).[28]
Dalam perjalanan waktu selama 23 tahun mengemban amanat islamisasi di tengah masyarakat Arab, Rasulullah Muhammad SAW telah melakukan berbagai macam metoda dakwah, yaitu dakwah bil-hikmah, dakwah bil-lisan, dakwah bil-hijrah, dakwah bil-yad, dakwah bil-qalam, dakwah bil-nikah, dakwah bil-rihlah, dakwah bil-mal, dakwah bil-jidal, dakwah bil-qalb, dakwah bil-hal, dan dakwah bil-taubah.[29]

C.     Mata Rantai Islamisasi
Beragam metoda dakwah yang sudah dilaksanakan rasulullah tersebut, diteruskan para sahabat, para tabiin, para tabiit-tabiin dan para pengikutnya di seluruh penjuru dunia. Walhasil pada abad ke 21 sekarang ini (2010 M), setelah melalui perjalanan panjang selama 14 abad (1431 H), jumlah umat Islam sudah mencapai 25 persen dari 7 miliar jiwa umat manusia yang hidup di  permukaan bumi.
Kalau setiap orang tua muslim yang melahirkan anak dijadikan muslim dan diteruskan oleh cucu dan keturunan berikutnya, seperti keturunan Saidina Ali dan Siti Fatimah, dengan setiap generasi berjarak rerata 30 tahun. Maka generasi yang hidup sekarang adalah  sekitar generasi yang ke 48, anak cucu dan cicit Rasulullah dari garis keturunan Saidina Ali.
Adapun bagaimana proses estafeta (mata rantai) dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dari Nabi Muhammad bin Abdullah di Mekkah dan Madinah sampai kepada Ihsan bin Muhammad di Surabaya Grafika mata rantainya digambarkan dengan lingkaran kecil yang diberi huruf abjad seperti gambar di bawah ini  Dalam gambar tampak bahwa sumber awal Islamisasi berasal dari Nabi Muhammad yang diterima sahabat Said (S), kemudian diteruskan ke tabiin bernama Umar (U), dari U ke Latief (L) dilanjutkan ke Hamdun (H), lalu diterima Amran (A) untuk disampaikan ke Wahid (W), tibalah giliran Ihsan (I) yang menjadi mata rantai terakhir dalam urutan estafetnya.
Adapun jumlah umat Islam yang telah mencapai hampir 2 miliar orang saat ini, jumlahnya akan terus bertambah dari hari ke hari, jumat ke jumat, bulan ke bulan dan tahun ke tahun. Pertambahan itu, baik dari lahirnya keturunan dari internal umat Islam sendiri maupun dari eksternal penganut agama lain yang menyatakan diri sebagai muslim (pindah ke agama Islam).[30]
Mereka yang pindah agama dan kemudian memilih Islam, mereka adalah hamba Allah yang mendapatkan hidayah dari langit. Dalam hal islamisasi ini, hidayah Allah merupakan kata kunci pertambahan jumlah muslim di penjuru dunia. Orang Islam yang luput dari hidayah Allah bisa menjadi umat yang murtad.
Bahwa dalam kehidupan beragama, “tidak boleh ada paksaan dari siapapun juga (QS. al-Baqarah, 2:256). Setiap orang mempunyai hak asasi (HAM) untuk menganut agama yang diyakininya. Allah berfirman dalam QS. al-Kahfi, 18:29[31], bahwa setiap insan diperkenankan memilih antara dua pilihan yaitu boleh menjadi orang beriman (muslim) atau memilih menjadi orang kafir (non muslim). Dalam hal ini, resikonya harus dipertanggungjawabkan masing-masing orang di hari kemudian  nanti.

D.    Lintasan Sejarah Indonesia
Keberadaan Indonesia tidak lepas dari sejarah Kolonialis Belanda di Nusantara yang berlangsung sampai ratusan tahun (3,5 abad). Dalam ungkapan lain, tidak ada nama Indonesia kalau tidak ada kolonial Belanda, karena wilayah Indonesia itu adalah tanah yang dikuasasi kerajaan Belanda di wilayah nusantara. Kemudian nama “Indonesia” mulai dikenal dan disosialisasikan di wilayah nusantara, terhitung sejak lahirnya gerakan nasionalisme pada Rabu, 20 Mei 1908 yang dikenal dengan istilah gerakan Boedi Oetomo.
Nama Indonesia tersebut, kemudian dipakai partai politik Islam yang dirintis H. Samanhudi pada 1911 yang kemudian dipimpin HOS. Tjokroaminoto dan KH. Agus Salim yaitu PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia).[32] Setelah itu diabadikan dalam sebuah lagu kebangsaan Indonesia Raya yang digubah WR.Soepratman dan dikumandangkan dalam kongres Sumpah Pemuda, Ahad 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Salah satu baitnya berbunyi “Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku”. Kemudian pada Jumat, 17 Agustus 1945, Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari cengkeraman kekuasan kolonial Belanda.
Adapun makna istilah Indonesiawi (Keindonesiaan) adalah manifestasi dari rasa kebangsaan, yang cinta terhadap tanah air Indonesia yang kaya raya dengan jutaan flora dan pauna, keragaman ras, suku, agama dan budaya yang tersebar di ribuan kepulauan dari Sabang sampai ke Marauke, yang kemudian dibingkai dalam filsafat Bangsa “Bhineka Tunggal Ika”.
Dalam proses mewujudkan kemerdekaan NKRI, umat Islam memainkan peranan penting. Hal ini bisa dikaji dari tokoh-tokoh Islam yang tercatat dalam daftar pahlawan nasional, antara lain HOS. Tjokroaminoto dan KH. Agus Salim, KH. Ahmad Dahlan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah pada 1912, KH. Hasyim Asy’ari pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama pada 1926 dan ratusan pahlawan Islam nasional lainnya.[33]
Partai politik Islam dan organisasi sosial keislaman yang lahir, tumbuh dan berkembang pada awal abad ke 20, termasuk al-Irsyad (1914) dan Persatuan Islam (1923) serta Young Islamiten Bond yang turut andil dalam kongres Sumpah Pemuda pada 1928. Keanggotaan partai politik dan organisasi tersebut, tidak hanya di pulau Jawa melainkan tersebar di wilayah nusantara. Mereka telah turut serta menumbuhkan semangat nasionalisme, dan anti kolonial Belanda.
Sikap politik anti kolonial Belanda tersebut, di kalangan umat Islam sudah bergejolak jauh sebelum itu, seperti gerakan Paderi yang dipimpin Imam Bonjol di Padang Sumatera Barat, Gerakan Aceh Merdeka yang dipimpin Teuku Umar, Tjut Nja’ Din di Aceh Sumatera Paling Utara, Pangeran Diponegoro di Jawa, Sultan Hasanudin di Makasar Sulawesi Selatan, Pangeran Antasari di Kalimantan Selatan dan gerakan tokoh Islam lainnya di daerah lainnya. 
Sebelum lahirnya semangat nasionalisme, gerakan umat Islam masih bersifat kedaerahan (regionalisme). Perjuangan mereka masih terbatas pada perjuangan mempertahankan wilayah kerajaannya masing-masing, yaitu wilayah kerajaan Islam yang tersebar di pelbagai daerah di nusantara. Di pulau Jawa saja terdapat beberapa kerajaan Islam, antara lain kerajaan Mataram, kerajaan Banten, kerajaan Cirebon, kerajaan Giri dan kerajaan lainnya. Di luar Jawa terdapat kerajaan Aceh, kerajaan Melayu, kerajaan Bone, kerajaan Ternate dan lain sebagainya.
Munculnya beraneka ragam kerajaan Islam di nusantara tersebut, sebuah bukti dalam sejarah bahwa Islam sudah lebih dulu hadir di nusantara, dibandingkan dengan keberadaan Kristen yang dibawa oleh kolonial barat (Portugis, Inggeris dan Belanda) pada abad ke 16. Keberadaan kerajaan Islam tersebut adalah bagian dari aktivitas islamisasi melalui politik (dakwah bil-yad). Hal ini tercatat dalam sejarah Islam di Jawa, bahwa munculnya kerajaan Demak (Jawa Tengah) yang dipimpin Raden Fatah telah memporakporandakan kerajaan Mojopahit yang berpusat di Mojokerto (Jawa Timur) pada abad ke 15 M. Demikian pula keberadaan kerajaan Cirebon telah menghancurkan kerajaan Siliwangi di Jawa Barat.
Dalam catatan sejarah, Islam masuk ke nusantara pada abad ke 7 M, yaitu pada abad pertama hijriyah. Islam masuk dan berkembang di nusantara dengan cara damai, tanpa melalui kekerasan dan pertumpahan darah, yang dibawa langsung para pedagang Arab Yaman. Kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di nusantara adalah kerajaan Islam Perlak dan Pasir (Pasei) di Aceh. Kemudian terus berkembang di sepanjang pantai barat Sumatera hingga ke Bengkulu dan pantai timur ke Melayu (kepulauan Riau) sampai ke Palembang dan Lampung.[34]
Perkembangan Islam selanjutnya adalah memasuki pulau Borneo (Kalimantan) terus ke Sulawesi dan kepulauan Maluku di bagian utara nusantara, sedangkan di bagian selatan masuk ke Jawa terus ke nusatenggara. Pada ujungnya masuk ke Papua Barat dan terus berkembang sampai ke benua Australia. Perkembangan Islam tersebut dicatat, yaitu pada abad ke 13 M.
Adapun mereka yang memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di Jawa, antara lain adalah tokoh yang tercantum dalam daftar nama Wali Songo, yaitu Sunan Malik Ibrahim, Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Paku (Sunan Giri), Jakfar Sodik (Sunan Kudus), Raden Syahid (Sunan Kalijaga), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Raden Qasim (Sunan Drajad), Raden Said (Sunan Muria) dan Raden Ibrahim (Sunan Bonang).[35]
Diantara tokoh wali songo tersebut, sebagian adalah pendatang (muhajirin) dari luar nusantara, seperti Sunan Malik Ibrahim langsung dari Arab dan Raden Rahmat dari Cina. Mereka kawin dengan penduduk asli (pribumi) yang kemudian melahirkan wali songo lainnya, seperti Sunan Drajat dan Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, termasuk istri Sunan Kalijaga. Dengan demikian, para wali songo tersebut telah melakukan metodologi islamisasi dakwah bil-hijrah, dakwah bil-nikah dan dakwah bil-yad, selain dakwah bil-lisan dan dakwah bil-hikmah serta metode dakwah lainnya. Pada saat itu, mereka belum disebut sebagai bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia ini terdiri dari berbagai macam ras dan suku, seperti suku Batak, Melayu, Minang, Palembang, Lampung (Sumatera), Banten, Sunda, Jawa, Madura (Jawa), Dayak (Kalimantan), Bugis, Menado (Sulawesi), Ambon (Maluku), Bali, Sasak (Mataram) dan ribuan suku lainnya, termasuk ras Arab, Cina, Eropa dan Hindia disingkat ACEH.

E.     Perkawinan Antar Suku
Ketika orang Jawa nikah sesama suku Jawa, misalnya antara orang Tuban dengan orang Mojokerto (TUMO), maka keturunannya tetap bersuku Jawa. Demikian pula orang Batak nikah sesama ras Batak, anak cucunya tetap disebut dengan Batak, yang berubah adalah nama marganya, bila marga Siregar (lelaki) nikah dengan marga Nasution (perempuan), anak-anaknya akan mengikuti marga bapaknya yaitu Siregar, dan hilanglah marga ibunya yang Nasution.
Berbeda, kalau orang Batak menikahi orang Bugis, maka anaknya akan bersuku BABU (Batak-Bugis) atau bersuku SUSU (Sumatera-Sulawesi), seperti kasus keluarga besar Wakil Presiden Dr. H. Muhammad Yusuf Kalla (Bugis) dari Makasar yang menikahi Ibu Hj. Mufidah (Minang) yang berasal usul dari Padang. Dalam hal ini, muncul sebuah usul untuk menambah khazanah kebudayaan bangsa Indonesia yaitu nama suku bangsa untuk anak-anak mereka berdua, diberi nama suku “Nusan”, singkatan dari kata Nusantara, yang berarti hasil pernikahan antar suku dan antar pulau.
Selama ini di tengah masyarakat dikenal istilah “INDO” buat panggilan anak-anak hasil pernikahan antara orang Indonesia dengan orang Eropa (Belanda/ Londo). Istilah Indo tersebut adalah singkatan dari nama Indonesia dan Londo. Adapun yang belum dikenal dan tidak popular istilah buat anak-anak hasil pernikahan antara orang Indonesia dan orang Arab atau orang Indonesia dan orang Cina.  Yang sering terdengar istilah warga keturunan, yang berarti anak-anak orang Cina yang berstatus WNI dan lahir di Indonesia, istilah ini tidak berlaku bagi orang Arab dan Pakistan.
Dalam hal ini, apa tidak sebaiknya dicarikan sebuah istilah khusus, misalnya kata INAR atau RABIN (Arab-Indonesia) dan INCIN (Indonesia- Cina), sebagai tambahan dari istilah Indo. Istilah yang baru dimunculkan tersebut adalah bagian dari makna istilah Indonesiawi (ke-Indonesia-an).

F.      Islamisasi dan Indonesiawi
Ditemukan di tengah masyarakat bahwa sudah banyak alumni pondok pesantren dari Jawa yang merantau ke luar Jawa untuk mengabdikan ilmu pengetahuannya di wilayah nusantara. Mereka berangkat sebatang kara atau bersama rombongan atas upaya individu atau utusan organisasi keagamaan meninggalkan Jawa menuju Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan pulau lainnya di nusantara, dengan tekad berhijrah (transmigrasi) berbekalkan modal ilmu pengetahuan dan ketrampilan kerja. [36]
Setelah sampai di tempat tujuan, mereka datang dan lapor ke aparat desa / kelurahan atau tokoh masyarakat setempat dengan menyerahkan seperangkat surat jalan dan identitas diri serta ijazah yang dimilikinya, sambil menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya di tempat itu. Bagi para muhajirin yang beruntung, misalnya yang bernama Rijal, tidak terlalu lama sudah mendapatkan tempat untuk mengabdi disana, dia diangkat menjadi ustaz di madrasah, atau muazin di masjid atau ustaz di TPQ (Taman Pendidikan al-Quran).
Kemudian berkah dari kebajikannya, dengan selalu menampilkan citra diri yang sopan dan santun, disertai dengan kepandaian bergaul dan bermasyarakat. Si ust. Rijal tadi mendapatkan simpati dari warga kampung, hingga dia dijodohkan dan dinikahkan dengan warga setempat yang bernama Nisa. Hasil dari pernikahan Rijal dan Nisa tersebut melahirkan anak yang bernama Ali Imron dan Maryam. Status kesukuan anak mereka berdua yang berbeda ras tersebut, dinamakanlah dengan suku “Nusan”, yaitu produk pernikahan antara dua suku yang berbeda pulau, misalnya suku Sunda dan Lampung (SULAM).
Kisah dan kasus semacam ini sudah terjadi dan berjalan di tanah air Indonesia selama ini. Inilah salah bentuk yang dimaksudkan dalam istilah Islamisasi dan Indonesiawi. Si ust Rijal dalam melaksanakan amar makruf dan nahi munkar di tengah masyarakat, sudah melakukan beberapa macam metoda dakwah yang pernah dicontohkan rasulullah, antara lain metoda dakwah bil-hijrah, dakwah bil-hikmah, dakwah bil-lisan, dakwah bil-nikah dan metoda dakwah lainnya.
Dalam pelaksananan dakwah bil-nikah tersebut, yang bermakna islamisasi dalam arti kuantitas atau menambah jumlah umat Islam, yang tadinya sendirian, kemudian berdua, lalu menjadi berempat dan bertambah lagi menjadi delapan hingga mewujudkan sebuah nama “Bani Rijal”, setelah memiliki anak, mantu, cucu dan cicit sampai berjumlah puluhan orang. Gambaran tenang metoda dakwah bil-nikah tersebut, ditampilkan dalam bentuk grafik di bawah ini.
Grafik ini adalah sebuah gambaran tentang kisah singkat (kissing) keberhasilan dari pernikahan Bapak Abdul Karim dalam membentuk dan mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warohmah, yang kemudian keluarga besar ini dinamakan dengan Bani Karim. Cerita singkatnya sebagai berikut bahwa:
Karim (muslim keturunan) menikahi Endang (muslim mualaf), punya 4 anak (Umar, Alfi, Gani dan Aini), umar bin Karim menikahi Linda (mualaf), punya 2 anak (Murni dan Usman). Gani bin Karim menikahi Rahmah, punya 2 anak (latif dan Idrus). Usman bin Umar menikahi Sari, punya 2 anak (Salamah dan mahmud). Idrus bin Gani menikahi Maria (mualaf) punya 2 anak (Ridwan dan Aisyah). Salamah binti Usman dinikahi Alex (mualaf) dan Ridwan bin Idrus menikahi Aminah.
Demikianlah kising keluarga besar “Bani Karim” yang berasal dari seorang muslim (Karim), kemudian via pernikahan bertambah 19 orang (istri, anak, menantu, cucu, dan cicit). Jadilah mereka “KELUARGA MUSLIM ASMARA” . (As-Sakinah Mawadah wa Rahmah).
Anak-anak bangsa yang dilahirkan dari kedua orang tua yang berbeda suku dan pulau, sebagian menjadi tokoh nasional, seperti Dr. Ir. H. Soekarno (Jawa-Bali), Prof. Dr. H. BJ. Habibie (Sulawesi-Jawa), Dr. Hj. Megawati Soekarnoputri (Nusan-Sumatera), ketiganya mantan Presiden RI dan sederet nama tokoh nasional lainnya. Mereka yang bisa dikategorikan kelompok suku bangsa Nusan (Indonesiawi) adalah mereka yang lahir sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustsus 1945.
Dalam hal sebutan tentang status kesukuan seseorang, seperti kasus pada diri Sheh sendiri telah terjadi perbedaan sisi pandang. Keluarga besar Sheh di kampung halaman menyebut Sheh adalah orang Jawa (Sidoarjo), sementara teman dan tetangga di Sidoarjo dan Surabaya menyebutkan Sheh orang Sumatera ( Lahat, Palembang). Pada hal yang benar, yang sesuai dengan perasaan dan pernyataan Seh sendiri, yaitu  Seh adalah orang Sidoarjo (Jawa Timur) yang berasal dari Lahat (Sumatera Selatan). Maknanya berbeda, bila dinyatakan terbalik bahwa "Seh adalah orang Lahat yang tinggal di Sidoarjo.”
 Demikian pula anak-anak Sheh dari hasil pernikahan dengan Umi (orang Surabaya), mereka termasuk WNI (Warga Negara Indonesia) yang bersuku “Nusan” atau termasuk dalam kategori kelompok Indonesiawi. WNI yang menyandang predikat suku Susan tersebut, diperkirakan jumlahnya akan melonjak dengan pesat pada dasawarsa mendatang. Wallahuaklam.

G.    Citra Muslim Pancasilais
Sungguh banyak upaya yang bisa dilakukan umat dalam melaksanakan tugas Islamisasi dan Indonesiawi di wilayah nusantara. Secara biologis seperti melalui pernikahan antar suku dan antar pulau yang melahirkan suku baru yang bernama Nusan. Kemudian bagaimana secara idiologis membina mayoritas rakyat Indonesia bercitrakan Muslim Pancasilais?
Dalam sejarah kelahiran Pancasila yang dirumuskan Soekarno pada 1 Juni 1945, rumusan itu disempurnakan dalam alinea Piagam Jakarta yang ditanda tangani 9 orang tokoh nasionalis (wali songo) pada Jumat, 22 Juni 1945. Dari wali songo itu terdapat 4 orang tokoh Islam Nasionalis, yaitu H. Abdul Wahid Hasyim, H. Agus Salim, H. Abdul Kahar Muzakkir dan Abikusno Tjokrosujoso. Sedangkan 4 orang lagi adalah tokoh Nasionalis Muslim, yaitu H. Soekarno, H. Mohammad Hatta, H. Achmad Subardjo dan H. Muhammad Yamin, yang terakhir adalah tokoh Nasionalis Kristen AA. Maramis.
Percikan kisah perjuangan bangsa Indonesia dalam menuju alam kemerdekaan tersebut adalah sebuah fakta sejarah yang menunjukkan bahwa saat itu sudah lahir tokoh Islam yang bercitra Muslim Pancasilais. Mereka telah melaksanakan metoda dakwah bil-yad (islamisasi via politik), yaitu mereka bekerja sama dengan tokoh nasional lainnya, demi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian setelah Indonesia merdeka, tokoh-tokoh Islam aktif dalam partai politik, antara lain di Partai Masyumi, Partai NU, Partai Syarikat Islam, dan partai lainnya. Setelah Pemilu 1955, tokoh Islam di Masyumi berjuang menjadikan Islam sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perjuangan tersebut gagal setelah keluarnya Dekrit Presiden Soekarno, yaitu kembali ke UUD 1945 pada 5 Juli 1959. Tragis, dampak dari perjuangan tadi, Partai Masyumi membubarkan diri atas desakan penguasa pemerintah orde lama yang menerapkan kebijakan Nasakom (Nasional, Agama dan Komunis), yaitu PNI, NU dan PKI.
Kebijakan pemerintah orde lama tersebut telah mengantarkan lahirnya pemerintah orde baru pada 1966, akibat tragedi Gestapu PKI pada 1965 dengan terbunuhnya 7 orang Jenderal TNI AD di Lubang Buaya Jakarta Timur. Berbekalkan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966), Mayor Jenderal Soeharto (Pak Harto) berani menyatakan bahwa PKI adalah partai terlarang di bumi Indonesia, yang kemudian pada 1968, beliau diangkat MPRS menjabat Presiden RI menggantikan Ir. H. Soekarno. Beliau berkuasa selama 32 tahun (1966-1998) dengan 7 kali mengemban amanat MPR/DPR RI sebagai Presiden RI.
Pada pemilu 1971, peserta kontestan pemilu sebanyak 9 partai politik ditambah  1 Sekber Golkar.  Pada pemilu tersebut terdapat 4 partai Islam, yaitu NU, Parmusi, PSII dan Perti. Keempat partai itu kemudian fusi menjadi PPP (Partai Persatuan Pembangunan) pada 1973 atas dasar kebijakan pemerintah tentang penyederhanaan partai politik dengan cukup hanya 3 kontestan pemilu saja pada pemilu 1977 hingga pemilu 1997.[37]
Dalam upaya menampilkan citra muslim nasionalis, pemerintah orde baru mengatur dan menetapkan kebijakan Azas Tunggal Pancasila bagi semua partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Dengan ketentuan tersebut, maka PPP yang berasaskan Islam diubah menjadi asas tunggal Pancasila pada pemilu 1982. Hal ini diikuti oleh ormas Islam lainnya yang dipelopori NU pada 1984, kecuali PII (Pelajar Islam Indonnesia).yang menyatakan lebih baik mati (fakum) dari pada mengubah asas Islam menjadi asas tunggal Pancasila.
Semua itu yang telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan umat Islam di Indonesia, adalah bagian dari upaya gerakan Islamisasi dan Indonesiawi di wilayah nusantara. Dalam kaitan dengan upaya tersebut, Presiden Soeharto pernah mendirikan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila dengan obsesi membangun 999 buah masjid di nusantara. Atas obsesi tersebut, Pak Harto dicatat dalam sejarah nasional sebagai Presiden 1001 masjid. Dalam hal ini, Pak Harto telah melaksanakan metoda dakwah bil-yad atas kewenangan beliau sebagai penguasa tunggal di zaman orde baru.
Sejarah tidak pernah berhenti, setelah tumbangnya pemerintah orde baru (1998) yang kemudian muncul era reformasi di awal abad ke 21. Aktivitas dakwah bil-yad melahirkan sejumlah Partai Islam Nasionalis, seperti PAN (Partai Amanat Nasional), PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PBB (Partai Bulan Bintang), PBR (Partai Bintang Reformasi), PMB (Partai Matahari Bangsa), PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Umat) dan partai Islam lainnya.
Selain itu terdapat Partai Nasionalis Relijius, seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerakan Indonesia Raya dan sejumlah partai kecil lainnya. Tokoh partai-partai tersebut, sebagian  adalah para santri yang menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam dan filsafat Pancasila. Mereka itu adalah citra Muslim Pancasilais yang bertekad meneruskan perjuangan para tokoh pendahulunya yang terlibat aktif dalam dunia politik.

H.     Penutup
          Ajaran Islam yang telah tersebar di seluruh penjuru dunia yang diyakini oleh berbagai suku bangsa. Ajaran Islam tersebut telah membentuk berbagai corak warna para penganutnya. Islam yang tumbuh dan berkembang di Arab melahirkan bentuk Muslim Arab. Demikian pula Islam yang hadir dan berkembang pesat di nusantara telah melahirkan muslim Indonesia yang memproduk filsafat negara Pancasila, sehingga disebut dengan istilah muslim Pancasilais. Selain itu, ajaran Islam telah melahirkan beraneka ragam format umat Islam di seluruh dunia, yaitu muslim Turki, muslim Eropa, muslim Amerika, muslim Cina, muslim Iran, dan format citra muslim lainnya. Masing-masing mempunyai ciri khas kebangsaannya. Inilah sebuah bukti bahwa Islam itu sebagai rahmatan lil-alamin.
Demikianlah sebuah wacana tentang Formulasi Islamisasi dan Citra Muslim Pancasilais yang perlu dikaji lagi secara mendalam oleh para pakar Sosiologi Islam, Sosiologi Politik dan Sosiologi Antropologi. Selain para tokoh tersebut, gagasan ini perlu dikoreksi oleh para pakar Ilmu Dakwah tentang masalah Perumusan Metodologi Islamisasi. Akhirulqalam, afwan wa syukran ala kully hal. Walhamdulillahi Allahu Akbar.
. (Delta Manggalarang, Senin, 15 Maret 2010 / 29 Rabiulawal 1431).


Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi, Jaringan Global dan lokal Islam Niusantara, , Mizan, Bandung, 2002
al-Quranul Karym, Asy-Syifa, Semarang, 2000
al-Gamel, Seh Alwi, Kiaji Asep al-Amin, Kisah Mujahadah Ulama NU Dalam Saham Dakwah Islam, Garisi, Sidoarjo, 2007
        al-Hadad, Al-Habib Alwi bin Thohir, Sejarah masuknya Islam di Timur Jauh, , Lentera, Jakarta, 2001
al-Hamid, Zaid Husein, Kisah 25 Nabi dan Rasul,  Pustaka Amani, Jakarta, 1995
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Umat Islam, Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1999
Madjid, Nurcholish, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1984
M. Natsir, Fiqhud-Da’wah,  Dewan Dakwah Islam Indonesia, Jakarta, 1978
Mudjahid, Abdul, Sejarah Agama-Agama, Raja Grafindo, Jakarta,1994
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, Jakarta, cet VII, 1995.
Rubba, Seh Sulhawi, Kebajikan dan Kebijakan Emha Sheh Harto, Presiden Seribu Satu Masjid, Garisi, Sidoarjo, 2008
Saifuddin Anshari, Endang Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Sebuah Konsennsus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia, Gema Insani Press, Jakarta, 1997
Syamsu As, Muhammad, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Lentera, Jakarta, Cet 2,1999
Sjamsudduha, Sejarah Sunan Ampel, Guru Para Wali di Jawa dan Perintis Pembangunan Kota Surabaya, Jawa Pos Press, Surabaya, 2004
Qadir Djaelani, Abdul, Peta Sejarah Perjuangan Politik Umat Islam di Indonesia,Tri Bakti, Surabaya, 1996
W. Arnold, Thomas Sejarah Da’wah Islam, Terjemahan A. Nawawi Rambe, Widjaja, Jakarta, 1979
Dan beberapa sumber informasi lainnya


[1] Dosen Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya. Alamat: Sudirman Empat14 Taman Jenggala Sidoarjo Jatim. Mobile 081 330 171 495

[2]  Al-Habib Alwi bin Thohir al-Hadad, Sejarah masuknya Islam di Timur Jauh, (Jakarta, Lentera, 2001), 83
[3] . Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam,  (Jakarta, Bulan Bintang, 1984), 27
[4] .Terjemahan ayat “Dan Allah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada Adam, kemudian Adam menyampaikannya kepada para malaikat”
[5] . Terjemahan ayat “ Dan menemukanmu (Muhammad) dalam kebingungan, lalu Allah memberi petunjuk”
[6].  Terjemahan ayat “Dan berapa banyak nabi-nabi yang telah Kami utus di kalangan orang-orang terdahulu” dan “dan Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu”
[7] . Terjemahan ayat “dan Aku adalah orang yang pertama sebagai muslim”
[8] .  Zaid Husein al-Hamid, Kisah 25 Nabi dan Rasul, (Jakarta, Pustaka Amani, 1995), 61
[9] .  Terjemnahan ayat “Dan ingatlah ketika Luth berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu lakukan perbuatan yang menjijikkan itu?’
[10] . Terjemahan ayat “Dan telah Kami berikan kepada Musa sebuah kitab dari Kami jadikan sebegai petunjuk bagi Bani Israel”
[11] . Terjemahan ayat “Dan Kami tidak mengutus kamu kecuali sebagai rahmat alam semesta”
[12] . Terjemahan ayat “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu buat kamu”
[13] . Terjemahan ayat “Muhammad itu bukan ayah dari siappapun diantara seorang lelaki, tetapi dia sebagai utusan Allah dan penutup pinta kenabian”
[14] . Terjemahan ayat “Dan bagi setiap umat ada rasulnya”
[15].  Abdul Mudjahid, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta, Raja Grafindo, ,1994) 19

[16] . Terjemahan hadis “Ajaran Islam itu lebih tinggi derajatnya dari ajaran agama lainnya”
[17] . Terjemahan ayat “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan bijak”
[18] . Terjemahan ayat “Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”
[19].  Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta, Raja Grapindo Persada, 1999), 31
[20] . Terjemahan ayat “Katakanlah hai Muhammad, Dia Tuhan Yang Mahaesa, dst”
[21] . Terjemahan ayat “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan pertolongan, mereka itu saling melindungi”
[22] .Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, Terjemahan A. Nawawi Rambe, (Jakarta, Widjaja, 1979), 42
[23]. M. Natsir, Fiqhud-Da’wah,  (Jakarta,DDII, 1978), 89
[24] . Terjemahan ayat “..maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senang, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak bisa berbuat adil, maka cukup kawini seorang wanita saja”i
[25] . Terjemahan ayat “Dan sempurnakan ibadah haji dan umrah”
[26] . Terjemahan ayat “dan berikanlah harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak- anak yatim,orang-orang  miskin  anak jalanan, para musafir dan merdekakan hamba sahaya,”
[27] . Terjemahan ayat “..dan bertukar-pikiranlah kepada mereka dengan bahasa yang santun”
[28] . Terjemahan ayat “Sesungguhnya engkau tidak bisa memberi petunjuk kepada orang yang kau cintai, tetapi Allah memberi petnjuk kepada siapa saja yang dikehendakNya. Dan Allah mengetahui orang--orang yang mau menerima petunjuk”i
[29] . Seh Alwi al-Gamel,  kiaji Asep al-Amin, Kisah Mujahadah Ulama NU Dalam Saham Dakwah Islam, (Sidoarjo, Garisi, 2007), 55

[30] . Mereka yang pindah agama ke Islam disebut dengan para muallaf. Proses keislaman para muallaf tersebut, sering dilaksanakan dalam upacara formal di masjid dwengan mengucapkan syahadatain.
[31] . Terjemahan ayat “Dan katakanlah “Kebenaran ityu datangnya dari Tuhanmu, maka barabg siapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang mau kafir biarlah ia kafir”
[32] Abdul Qadir Djaelani, Peta Sejarah Perjuangan Politik Umat Islam di Indonesia,  (Surabaya, Tri Bakti, 1996), 66

[33].  Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta, LP3ES, , cet VII, 1995), 35
[34] . Azyumardi Azra, Jaringan Global dan lokal Islam Niusantara, (Bandung, Mizan, 2002), 51
[35] . Sjamsudduha, Sejarah Sunan Ampel, Guru Para Wali di Jawa dan Perintis Pembangunan Kota Surabaya, (Surabaya, Jawa Pos Press, 2004) 77

[36] . Muhammad Syamsu As, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, (Jakarta, Lentera, Cet 2,1999), 77

[37] . Seh Sulhawi Rubba, Kebajikan dan Kebijakan Emha Sheh Harto, Presiden Seribu Satu Masjid, (Sidoarjo, Garisi, 2008), 201

1 komentar:

  1. Lucky Club | luckyclub.live
    Lucky Club provides a casino experience in which new and experienced players will have access to one of their favourite luckyclub.live games in a state-of-the-art casino.

    BalasHapus